Jumat, 14 Agustus 2020

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGEMUKAN SAPI

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 

Usaha penggemukan sapi di Indonesia saat ini sangat berkembang dilihat dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah yang mengusahakan penggemukan sapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi yang menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi kabrohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu.

Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Sistem pemeliharaan ternak sapi di Indonesia pada umumnya adalah tradisional, dimana pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan ternak yang tersedia di alam dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan produksi daging dengan mutu yang lebih baik dan berat yang lebih sebelum ternak dipotong.

Penggemukan sapi potong merupakan salah satu bisnis yang menitik beratkan usahanya pada proses penggemukan sapi. Peternak membeli sapi (bakalan) yang kurus tetapi sehat dan menggemukkan hingga umur tertentu. Masa penggemukan dalam kandang penggemukan yang paling ekonomis adalah 6 bulan, apabila lebih dari 6 bulan maka pertambahan keuntungan yang diperoleh cenderung stagnan. Agar pertambahan berat badan selama 6 bulan cukup tinggi perlu di perhatikan manajemen penggemukan sapi potong secara menyeluruh, mulai dari sistem perkandangan, perawatan, penanggulangan dan pencegahan penyakit, manajemen pakan dan sanitasi lingkungan peternakan (Sarwono dan Arianto, 2006). Tata laksana pemeliharaan merupakan kegiatan yang dilakukan pada suatu peternakan meliputi, tata laksana pemberian pakan, tata laksana perkandangan dan sanitasi, serta tatalaksana penjagaan kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam feedlot yaitu bahan pakan harus tersedia secara melimpah dan kontinyu, bakalan tersedia dan kontinyu, ketersediaan modal, ternak sehat, memiliki kemampuan analisis pasar dan penjualan ternak di pasar.

1.2.Tujuan

Tujuan praktikum teknologi penggemukan ternak adalah mengetahui peningkatan PBB sapi Bali dan mempelajari cara menghitung analisis biaya usaha penggemukan ternak.

1.3.Manfaat

Manfaat praktikum teknologi penggemukan ternak agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemberian pakan dan peningkatan PBB sapi Bali serta mempelajari cara menghitung analisis biaya usaha penggemukan ternak.

 


 

BAB II

MATERI DAN METODE

2.1. Tempat dan Waktu

            Tempat dilaksanakannya praktikum Teknologi Penggemukan Ternak yaitu berlokasi di Kumpe Hulu Kab. Muara Jambi Provinsi Jambi pada tanggal 21 April 2018 sampai 19 Mei 2018.

2.2.Materi

             Materi yang digunakan pada praktikum ini yaitu empat ekor sapi Bali, timbangan, rumput kumpe, rumput cabe-cabean, rumput alam, tebon jagung, dedak padi, jagung, ampas tahu, probiotik, viterna, garam, molases, gelas ukur, ember, karung, baskom, sekop, dan sapu lidi.

2.3. Metode

            Cara kerja pada praktikum pada perlakuan P3 ini yaitu melakukan penimbangan bobot badan awal sapi, kemudian melakukan penyusunan konsentrat setelah itu melakukan pemeliharaan untuk penggemukan. Pemeliharaan meliputi pembersihan kandang, penimbangan pakan, penimbangan sisa pakan, membuat konsentrat. Pemberian pakan yaitu rumput sebanyak 20 kg/hari/ekor, tebon jagung sebanyak 4kg/hari/ekor, kemudian membuat konsentrat dengan komposisi dedak padi 0,67 kg, ampas tahu 4,16kg, jagung 0,56 kg, molases 100 ml, probiotik 1 tutup botol dan viterna 1 tutup botol. Setelah pembuatan konsentrat itu diberikan ke sapi pada pagi hari. Setelah diberikan konsentrat diberi tebon jagung dan juga diberikan rumput. Pada pagi hari timbanglah sisa pakan konsentrat, tebon, dan rumput. Bobot badan sapi ditimbang setiap 2 minggu sekali. 

           

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Konsumsi

            Konsumsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam penggemukan ternak, karena konsumsi digunakan untuk menentukan produksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak adalah pakan yang diberikan dan lingkungan tempat pemeliharaan (Rahman, 2008). Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi zat-zat gizi, frekuensi pemberian, keseimbangan zat-zat gizi serta kandungan bahan toksik dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat ransum. Metode penggemukan sapi juga mempengaruhi tingkat konsumsi dan kenaikan bobot badan harian ternak yang digemukan. Pada praktikum ini metode penggemukan yang dilakukan adalah feedlot dimana sapi dikandangkan terus menerus dan diberikan pakan hijauan dan konsentrat setiap hari. Adapun konsumsi pakan sapi bali selama 26 hari sebagai berikut.

Tabel 1. Konsumsi Pakan Selama 26 Hari     

Perlakuan

Rumput

Tebon Jagung

Konsentrat

P3.1

396,12

59,52

18,04

P3.2

400,01

61,21

16,78

P3.3

401,56

60,29

17,82

P3.4

432,06

60,53

20,32

Σ

1629,75

241,55

72,96

konsumsi/ekor/hari

62,68

9,29

2,81

konsumsi/ekor

15,67

2,32

0,70

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa konsumsi harian per ekor sapi berbeda-beda setiap ekor sapi. Pada sapi P3.4 konsumsi pakan rumput dan konsentrat lebih banyak dibandingkan sapi lainnya sedangkan konsumsi tebon jagung pada sapi P3.2 lebih banyak dari sapi lainnya. Menurut Pamungkas et al. (2012) salah satu yang menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi pakan oleh ternak karena faktor palatabilitas pakan, ternak memerlukan waktu lama beradaptasi dengan baik terhadap pakan, lingkungan kandang, pekerja maupun lingkungan. Konsumsi pakan ternak digunakan untuk kebutuhan harian hidup pokok, untuk produksi, dan untuk bereproduksi. Sapi membutuhkan pakan berupa hijauan 10% dari berat badan dan pakan tambahan berupa konsentrat 1-2% dari bobot badan (Tabrany, 2004).

Tabel 2. Rataan konsumsi pakan selama 26 hari dalam bahan kering.

Perlakuan

Konsumsi /ekor /hari

P3.1

18,22

P3.2

18,38

P3.3

18,45

P3.4

19,73

Rataan

18,69


Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa total konsumsi sapi/ekor/hari (kg) pada sapi pada P3.1 yaitu 18,22 kg, P3.2 yaitu 18.38, P3. yaitu 18,45, P4 yaitu 19,73%. Berdasarkan total konsumsi harian/ekor tersebut tidak terlalu berbeda pada sapi P3.1,P3,2 dan P3.3, tetapi terlihat perbedaan yang signifikan pada sapi P3.4. 

3.2. Pertambahan Bobot Badan

                Pertambahan bobot badan merupakan keberhasilan dalam penggemukan ternak sapi potong. Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor yang sering diperbaiki dalam penggemukan ternak yaitu faktor lingkungan yang meliputi pemeliharaan dan pemberian pakan. Pada praktikum ini pemberian pakan diberikan dengan memberikan hijauan dan konsentrat. Adapun pertambahan bobot badan empat ekor sapi yaitu sebagai berikut. Menurut Nanda (2001), pertambahan bobot badan harian sapi bali sebanyak 0,6 kg/hari.

Tabel 3.Pertambahan bobot badan selama 26 hari pemeliharaan

Kode Sapi

Kode Perlakuan

BBA / P0

(Kg)

P15

P26

TOTAL

BB (Kg)

PBB

Rataan / ekor / hari

BB (Kg)

PBB

Rataan / ekor / hari

17

P3.1

233

240

7

 

236

-4

-0,27

3

2

P3.2

219

217

-2

225

8

0,53

6

257

P3.3

216

230

14

225

-5

-0,33

9

7

P3.4

250

261

11

254

-7

-0,47

4

 

 

 

Rataan

7,50

0,50

 

-2

-0,13

0,21

 

Berdasarkan tabel diketahui bahwa pertambahan bobot badan tertinggi yaitu pada sapi P3.3 dengan pertambahan bobot badan sebesar 9 kg, pada sapi P3.2 pertambahan bobot badan sebesar 6 kg, pada sapi P3.4 pertambahan bobot badan sebesar 4kg dan sapi P3.1 sebesar 3 kg. Perbedaan pertambahan bobot badan ini dipengaruhi oleh berbeda tingkat konsumsi pada masing-masing sapi.

Bahar dan Rakhmat (2003) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi bali yang digembalakan dengan pakan hijauan lokal pada musim kemarau berkisar antara 0,05-0,1 kg/ekor/hari, sedangkan pada musim hujan antara 0,2-0,4 kg/ekor/hari.

            Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada konsumsi 18,22 kg pakan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 3kg.  Konsumsi 18,38 kg menghasilkan pertambahan bobot badan 6 kg. Konsumsi 18,45 kg menghasilkan pertambahan bobot badan 9kg. Konsumsi 19,73 kg menghasilkan 4 kg.

3.3. Analisis Usaha Tani

Analisis biaya dalam penggemukan yang dilakukan selama ± 30 hari dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Analisis Usaha Tani

No

Uraian

Jumlah

Satuan

Harga

Jumlah Biaya

A. BIAYA-BIAYA

1.

BIAYA TETAP

1. Lahan Peternakan

500

2.500.000

2.500.000

2. Bangunan Kandang

1

Unit

20.000.000

20.000.000

3. Peralatan Kandang

1

Paket

500.000

500.000

TOTAL BIAYA INVESTASI

23.000.000

2.

BIAYA VARIABEL (TIDAK TETAP)

 

1. Pembelian Bibit Sapi

4

Ekor

8.000.000

32.000.000

2. Hijauan Makanan Ternak

1871,3

Kg

0

0

3. Ampas Tahu

124,8

Kg

3.000

374.400

4. Dedak Padi

20,1

Kg

2.000

40.200

5. Jagung Halus

16,8

Kg

8.000

134.400

6. Molases

3

Liter

8.000

24.000

7. Garam

3

Bungkus

4.000

12.000

8. Probiotik

0,52

Liter

50.000

26.000

9. Viterna

0,52

Liter

80.000

41.600

10. Biaya Listrik

1

-

150.000

150.000

 

11. Biaya Air

12. Tenaga Kerja

0

3

-

HOK

0

50.000

0

4.500.000

13. Penyusutan Kandang

900.000

-

900.000

900.000

14. Penyusutan Peralatan Kandang

70000

-

70.000

70.000

TOTAL BIAYA VARIABEL

38.272.600

B. PENERIMAAN

1. Penjualan Sapi

940

Kg

45.000

42.300.000

2. Penjualan Pupuk Kompos

900

Kg

1.500

1.350.000

3. Penjualan Bio Urin

600

Liter

1.000

600.000

TOTAL PENERIMAAN

44.250.000

 

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, didapatkan hasil analisis biaya investasi sebesar Rp.23.000.000, total biaya tidak tetap sebesar Rp.32.802.600, total biaya tetap sebesar Rp.5.470.000, dan total penerimaan sebesar Rp.44.250.000.

Seorang pengusaha ternak perlu mengetahui salah satu alat analisis, yaitu analisis finansial. Rencana investasi ditinjau dari segi cash flow, yakni perbandingan antara hasil penjualan kotor (Gross-sales) dan jumlah biaya (total cost). Apabila menunjukkan net benefit positif (profit), maka rencana investasi tersebut dilanjutkan, dan sebaliknya apabila net benefit itu negatif (rugi) maka rencana investasi tersebut dibatalkan (Zulkarnain, 1993). Adapun analisis finansial yang umum digunakan adalah Break Even Point (BEP), Profit Rate, Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C), dan Internal rate of Return (IRR) (Emery et al., 1962).

Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak sapi potong dalam kaitan kelayakan usaha ternak, untuk mengetahui berapa minimal seorang peternak mengusahakan ternak sapi potong, dan untuk menghindarkan keterlanjutan investasi pada usaha yang tidak menguntungkan.

Tabel 5. Analisis finansial

Keuntungan Per Periode

BEP

R/C Ratio

ROI

5.977.400

850,5022

1,15618

15,61796


            Keuntungan dapat diperoleh jika jumlah penerimaan lebih besar dari jumlah pengeluaran. Aspek pendapatan merupakan salah satu hal yang digunakan untuk menilai tingkat kemampuan perusahaan atau individu dalam memperoleh pendapatan serta besarnya biaya yang dikeluarkan (Mulyajho, 2012). BEP merupakan suatu keadaan yang menunjukkan pengusaha ternak sapi potong tidak untung dan tidak rugi. BEP didapatkan dengan cara menghitung total biaya operasional dibagi harga produksi. R/C ratio didapatkan dari total penerimaan dibagi dengan total biaaya operasional. Sedangkan ROI didapatkan dengan cara membagai antara keuntungan dengan total biaya operasional dan dijadikan persen.


 

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pola usaha penggemukan sapi bali di peternakan rakyat secara intensif masih kurang dalam manajemennya. Hal ini dikarenakan kualitas pakan yang rendah, serta manajemen usaha yang kurang baik, sehingga mengakibatkan pertambahan bobot badan sapi tumbuh dengan tidak optimal.

4.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu diharapkan mahasiswa lebih aktif dalam melaksanakan praktikum, dan sebelum praktikum dilaksanakan mahasiswa harus memahami prosedur dengan baik. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan praktikum.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, S. dan Rakhmat. 2003. Kajian pertumbuhan sapi bali yang digembalakan dengan pakan hijauan lokal. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 28-29

Emery, N. C., H. B. Manning and J. S. Frederick. 1962. Farm Business Management. 2nd Edition The MacMillan Co., New York

Mulyajho. 2012. Aspek Keuangan dalam Prespektif Studi Kelayakan Usaha.http://mulyajho.blogspot.com/201 2/08/ Aspek –keuangan- dalamprespektifstudi –kelayakan- usaha.html.

Nanda, D. D., 2011. Konsumsi Ransum dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali yang Diberi Silase daun Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Subtitusi Rumput Gajah. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

Pamungkas D, Anggraeny YN, Kusmartono, Hartutik, Quigley S, Poppi DP. 2011. Penggunaan daun lamtoro (L. leucocephala) dalam ransum terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan bobot badan sapi bali jantan lepas sapih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011 [Internet]. [diundu 2014 Mei 5]; 200-2017.

Rahman, D. K., 2008. Pengaruh Penggunaan Hidrolisa Tepung Bulu Ayam dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik serta Konsentrasi Amonia Cairan Rumen Kambing Kacang Jantan. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret.

Sarwono, B dan Arianto, H.B. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tabrany, H. 2004. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging

Zulkarnain, D. 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. Edisi ke- 2. Universitas Indonesia, Jakarta.