BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usaha penggemukan sapi di Indonesia saat
ini sangat berkembang dilihat dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah
yang mengusahakan penggemukan sapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadikan masyarakat
semakin menyadari arti gizi yang menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat
dari mengkonsumsi kabrohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan
susu.
Sapi potong adalah jenis ternak yang
dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Sistem
pemeliharaan ternak sapi di Indonesia pada umumnya adalah tradisional, dimana
pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan ternak yang tersedia di
alam dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan. Pemeliharaannya dilakukan
dengan cara mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang
bertujuan untuk meningkatkan produksi daging dengan mutu yang lebih baik dan
berat yang lebih sebelum ternak dipotong.
Penggemukan sapi potong merupakan salah
satu bisnis yang menitik beratkan usahanya pada proses penggemukan sapi.
Peternak membeli sapi (bakalan) yang kurus tetapi sehat dan menggemukkan hingga
umur tertentu. Masa penggemukan dalam kandang penggemukan yang paling ekonomis
adalah 6 bulan, apabila lebih dari 6 bulan maka pertambahan keuntungan yang
diperoleh cenderung stagnan. Agar pertambahan berat badan selama 6 bulan cukup
tinggi perlu di perhatikan manajemen penggemukan sapi potong secara menyeluruh,
mulai dari sistem perkandangan, perawatan, penanggulangan dan pencegahan
penyakit, manajemen pakan dan sanitasi lingkungan peternakan (Sarwono dan
Arianto, 2006). Tata laksana pemeliharaan merupakan kegiatan yang
dilakukan pada suatu peternakan meliputi, tata laksana pemberian pakan, tata
laksana perkandangan dan sanitasi, serta tatalaksana penjagaan kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam feedlot yaitu bahan
pakan harus tersedia secara melimpah dan kontinyu, bakalan tersedia dan
kontinyu, ketersediaan modal, ternak sehat, memiliki kemampuan analisis pasar
dan penjualan ternak di pasar.
1.2.Tujuan
Tujuan
praktikum teknologi penggemukan ternak adalah mengetahui peningkatan PBB sapi
Bali dan mempelajari cara menghitung analisis biaya usaha penggemukan ternak.
1.3.Manfaat
Manfaat
praktikum teknologi penggemukan ternak agar mahasiswa dapat mengetahui cara
pemberian pakan dan peningkatan PBB sapi Bali serta mempelajari cara menghitung
analisis biaya usaha penggemukan ternak.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1. Tempat dan Waktu
Tempat
dilaksanakannya praktikum Teknologi Penggemukan Ternak yaitu berlokasi di Kumpe
Hulu Kab. Muara Jambi Provinsi Jambi pada tanggal 21 April 2018 sampai 19 Mei
2018.
2.2.Materi
Materi yang digunakan pada praktikum ini yaitu empat ekor sapi Bali,
timbangan, rumput kumpe, rumput cabe-cabean, rumput alam, tebon jagung, dedak
padi, jagung, ampas tahu, probiotik, viterna, garam, molases, gelas ukur,
ember, karung, baskom, sekop, dan sapu lidi.
2.3.
Metode
Cara kerja pada praktikum pada perlakuan P3 ini yaitu
melakukan penimbangan bobot badan awal sapi, kemudian melakukan penyusunan
konsentrat setelah itu melakukan pemeliharaan untuk penggemukan. Pemeliharaan
meliputi pembersihan kandang, penimbangan pakan, penimbangan sisa pakan,
membuat konsentrat. Pemberian pakan yaitu rumput sebanyak 20 kg/hari/ekor,
tebon jagung sebanyak 4kg/hari/ekor, kemudian membuat konsentrat dengan
komposisi dedak padi 0,67 kg, ampas tahu 4,16kg, jagung 0,56 kg, molases 100
ml, probiotik 1 tutup botol dan viterna 1 tutup botol. Setelah pembuatan
konsentrat itu diberikan ke sapi pada pagi hari. Setelah diberikan konsentrat
diberi tebon jagung dan juga diberikan rumput. Pada pagi hari timbanglah sisa
pakan konsentrat, tebon, dan rumput. Bobot badan sapi ditimbang setiap 2 minggu
sekali.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1.Konsumsi
Konsumsi
merupakan salah satu faktor yang penting dalam penggemukan ternak, karena
konsumsi digunakan untuk menentukan produksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi ternak adalah pakan yang diberikan dan lingkungan tempat
pemeliharaan (Rahman, 2008). Kemampuan ternak
ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan,
potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2)
faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi zat-zat
gizi, frekuensi pemberian, keseimbangan zat-zat gizi serta kandungan bahan toksik
dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara,
curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan
tempat ransum. Metode
penggemukan sapi juga mempengaruhi tingkat konsumsi dan kenaikan bobot badan
harian ternak yang digemukan. Pada praktikum ini metode penggemukan yang
dilakukan adalah feedlot dimana sapi dikandangkan terus menerus dan diberikan
pakan hijauan dan konsentrat setiap hari. Adapun
konsumsi pakan sapi bali selama 26 hari
sebagai berikut.
Tabel 1. Konsumsi Pakan Selama 26 Hari
Perlakuan |
Rumput |
Tebon Jagung |
Konsentrat |
P3.1 |
396,12 |
59,52 |
18,04 |
P3.2 |
400,01 |
61,21 |
16,78 |
P3.3 |
401,56 |
60,29 |
17,82 |
P3.4 |
432,06 |
60,53 |
20,32 |
Σ |
1629,75 |
241,55 |
72,96 |
konsumsi/ekor/hari |
62,68 |
9,29 |
2,81 |
konsumsi/ekor |
15,67 |
2,32 |
0,70 |
Berdasarkan tabel 1
dapat diketahui bahwa konsumsi harian per ekor sapi berbeda-beda setiap ekor
sapi. Pada sapi P3.4 konsumsi pakan rumput dan konsentrat lebih banyak
dibandingkan sapi lainnya sedangkan konsumsi tebon jagung pada sapi P3.2 lebih
banyak dari sapi lainnya. Menurut Pamungkas et al. (2012) salah satu yang
menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi pakan oleh ternak karena faktor
palatabilitas pakan, ternak memerlukan waktu lama beradaptasi dengan baik
terhadap pakan, lingkungan kandang, pekerja maupun lingkungan. Konsumsi pakan
ternak digunakan untuk kebutuhan harian hidup pokok, untuk produksi, dan untuk
bereproduksi. Sapi membutuhkan pakan berupa hijauan 10% dari berat badan dan
pakan tambahan berupa konsentrat 1-2% dari bobot badan (Tabrany, 2004).
Tabel 2. Rataan konsumsi pakan selama 26 hari
dalam bahan kering.
Perlakuan |
Konsumsi /ekor /hari |
P3.1 |
18,22 |
P3.2 |
18,38 |
P3.3 |
18,45 |
P3.4 |
19,73 |
Rataan |
18,69 |
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa total konsumsi
sapi/ekor/hari (kg) pada sapi pada P3.1 yaitu 18,22 kg, P3.2 yaitu 18.38, P3.
yaitu 18,45, P4 yaitu 19,73%. Berdasarkan total konsumsi harian/ekor tersebut
tidak terlalu berbeda pada sapi P3.1,P3,2 dan P3.3, tetapi terlihat perbedaan
yang signifikan pada sapi P3.4.
3.2. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan keberhasilan dalam
penggemukan ternak sapi potong. Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot
badan yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor yang sering diperbaiki dalam
penggemukan ternak yaitu faktor lingkungan yang meliputi pemeliharaan dan
pemberian pakan. Pada praktikum ini pemberian pakan diberikan dengan memberikan
hijauan dan konsentrat. Adapun pertambahan bobot badan empat ekor sapi yaitu
sebagai berikut. Menurut Nanda (2001), pertambahan bobot badan harian sapi bali
sebanyak 0,6 kg/hari.
Tabel
3.Pertambahan bobot badan selama 26 hari pemeliharaan
Kode Sapi |
Kode Perlakuan |
BBA / P0 (Kg) |
P15 |
P26 |
TOTAL |
||||
BB (Kg) |
PBB |
Rataan / ekor / hari |
BB (Kg) |
PBB |
Rataan / ekor / hari |
||||
17 |
P3.1 |
233 |
240 |
7 |
|
236 |
-4 |
-0,27 |
3 |
2 |
P3.2 |
219 |
217 |
-2 |
225 |
8 |
0,53 |
6 |
|
257 |
P3.3 |
216 |
230 |
14 |
225 |
-5 |
-0,33 |
9 |
|
7 |
P3.4 |
250 |
261 |
11 |
254 |
-7 |
-0,47 |
4 |
|
|
|
|
Rataan |
7,50 |
0,50 |
|
-2 |
-0,13 |
0,21 |
Berdasarkan
tabel diketahui bahwa pertambahan bobot badan tertinggi yaitu pada sapi P3.3
dengan pertambahan bobot badan sebesar 9 kg, pada sapi P3.2 pertambahan bobot
badan sebesar 6 kg, pada sapi P3.4 pertambahan bobot badan sebesar 4kg dan sapi
P3.1 sebesar 3 kg. Perbedaan pertambahan bobot badan ini dipengaruhi oleh
berbeda tingkat konsumsi pada masing-masing sapi.
Bahar dan Rakhmat (2003) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi bali yang digembalakan dengan pakan hijauan lokal pada musim kemarau berkisar antara 0,05-0,1 kg/ekor/hari, sedangkan pada musim hujan antara 0,2-0,4 kg/ekor/hari.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada konsumsi 18,22 kg pakan dapat
menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 3kg. Konsumsi 18,38 kg menghasilkan pertambahan
bobot badan 6 kg. Konsumsi 18,45 kg menghasilkan pertambahan bobot badan 9kg.
Konsumsi 19,73 kg menghasilkan 4 kg.
3.3. Analisis Usaha Tani
Analisis biaya dalam penggemukan yang dilakukan selama ± 30 hari dapat
dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis Usaha Tani
No |
Uraian |
Jumlah |
Satuan |
Harga |
Jumlah Biaya |
A. BIAYA-BIAYA |
|||||
1. |
BIAYA TETAP |
||||
1. Lahan Peternakan |
500 |
m² |
2.500.000 |
2.500.000 |
|
2. Bangunan Kandang |
1 |
Unit |
20.000.000 |
20.000.000 |
|
3. Peralatan Kandang |
1 |
Paket |
500.000 |
500.000 |
|
TOTAL BIAYA INVESTASI |
23.000.000 |
||||
2. |
BIAYA VARIABEL (TIDAK TETAP) |
||||
|
1. Pembelian Bibit Sapi |
4 |
Ekor |
8.000.000 |
32.000.000 |
2. Hijauan Makanan Ternak |
1871,3 |
Kg |
0 |
0 |
|
3. Ampas Tahu |
124,8 |
Kg |
3.000 |
374.400 |
|
4. Dedak Padi |
20,1 |
Kg |
2.000 |
40.200 |
|
5. Jagung Halus |
16,8 |
Kg |
8.000 |
134.400 |
|
6. Molases |
3 |
Liter |
8.000 |
24.000 |
|
7. Garam |
3 |
Bungkus |
4.000 |
12.000 |
|
8. Probiotik |
0,52 |
Liter |
50.000 |
26.000 |
|
9. Viterna |
0,52 |
Liter |
80.000 |
41.600 |
|
10. Biaya Listrik |
1 |
- |
150.000 |
150.000 |
|
|
11. Biaya Air 12. Tenaga Kerja |
0 3 |
- HOK |
0 50.000 |
0 4.500.000 |
13. Penyusutan Kandang |
900.000 |
- |
900.000 |
900.000 |
|
14. Penyusutan
Peralatan Kandang |
70000 |
- |
70.000 |
70.000 |
|
TOTAL BIAYA VARIABEL |
38.272.600 |
||||
B. PENERIMAAN |
|||||
1. Penjualan Sapi |
940 |
Kg |
45.000 |
42.300.000 |
|
2. Penjualan Pupuk Kompos |
900 |
Kg |
1.500 |
1.350.000 |
|
3. Penjualan Bio Urin |
600 |
Liter |
1.000 |
600.000 |
|
TOTAL
PENERIMAAN |
44.250.000 |
Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, didapatkan hasil
analisis biaya investasi sebesar Rp.23.000.000, total biaya tidak tetap sebesar
Rp.32.802.600, total biaya tetap
sebesar Rp.5.470.000, dan total penerimaan sebesar Rp.44.250.000.
Seorang
pengusaha ternak perlu mengetahui salah satu alat analisis, yaitu analisis
finansial. Rencana investasi ditinjau dari segi cash flow, yakni perbandingan
antara hasil penjualan kotor (Gross-sales) dan jumlah biaya (total cost).
Apabila menunjukkan net benefit positif (profit), maka rencana investasi
tersebut dilanjutkan, dan sebaliknya apabila net benefit itu negatif (rugi)
maka rencana investasi tersebut dibatalkan (Zulkarnain, 1993). Adapun analisis
finansial yang umum digunakan adalah Break Even Point (BEP), Profit Rate, Net
Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C), dan Internal rate of Return (IRR)
(Emery et al., 1962).
Analisis finansial
bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak sapi potong dalam
kaitan kelayakan usaha ternak, untuk mengetahui berapa minimal seorang peternak
mengusahakan ternak sapi potong, dan untuk menghindarkan keterlanjutan
investasi pada usaha yang tidak menguntungkan.
Tabel 5. Analisis finansial
Keuntungan Per
Periode |
BEP |
R/C Ratio |
ROI |
5.977.400 |
850,5022 |
1,15618 |
15,61796 |
Keuntungan
dapat diperoleh jika jumlah penerimaan lebih besar dari jumlah pengeluaran.
Aspek pendapatan merupakan salah satu hal yang digunakan untuk menilai tingkat
kemampuan perusahaan atau individu dalam memperoleh pendapatan serta besarnya
biaya yang dikeluarkan (Mulyajho, 2012). BEP merupakan suatu keadaan yang
menunjukkan pengusaha ternak sapi potong tidak untung dan tidak rugi. BEP didapatkan dengan cara menghitung total biaya
operasional dibagi harga produksi. R/C ratio didapatkan dari total penerimaan
dibagi dengan total biaaya operasional. Sedangkan ROI didapatkan dengan cara membagai antara
keuntungan dengan total biaya operasional dan dijadikan persen.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pola usaha
penggemukan sapi bali di peternakan rakyat secara intensif masih kurang dalam
manajemennya. Hal ini dikarenakan kualitas pakan yang rendah, serta manajemen
usaha yang kurang baik, sehingga mengakibatkan pertambahan bobot badan sapi
tumbuh dengan tidak optimal.
4.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu diharapkan
mahasiswa lebih aktif dalam melaksanakan praktikum, dan sebelum praktikum
dilaksanakan mahasiswa harus memahami prosedur dengan baik. Sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, S. dan
Rakhmat. 2003. Kajian pertumbuhan sapi bali yang digembalakan dengan pakan
hijauan lokal. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor, 28-29
Emery, N. C., H. B. Manning and J. S.
Frederick. 1962. Farm Business Management. 2nd Edition The MacMillan Co., New
York
Mulyajho. 2012. Aspek Keuangan dalam
Prespektif Studi Kelayakan Usaha.http://mulyajho.blogspot.com/201 2/08/ Aspek
–keuangan- dalamprespektifstudi –kelayakan- usaha.html.
Nanda, D.
D., 2011. Konsumsi Ransum dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali yang Diberi
Silase daun Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Subtitusi Rumput Gajah. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Pamungkas D,
Anggraeny YN, Kusmartono, Hartutik, Quigley S, Poppi DP. 2011. Penggunaan daun
lamtoro (L. leucocephala) dalam ransum terhadap konsumsi, kecernaan dan
pertambahan bobot badan sapi bali jantan lepas sapih. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011 [Internet]. [diundu 2014 Mei 5];
200-2017.
Rahman, D.
K., 2008. Pengaruh Penggunaan Hidrolisa Tepung Bulu Ayam dalam Ransum terhadap
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik serta Konsentrasi Amonia Cairan Rumen
Kambing Kacang Jantan. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas
Maret.
Sarwono, B dan
Arianto, H.B. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Tabrany, H.
2004. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging
Zulkarnain, D. 1993. Perencanaan dan
Analisa Proyek. Edisi ke- 2. Universitas Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar