BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amonia
merupakan senyawa yang ada di dalam urin, yang bersifat basa dan bila terkena
sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat. Bau amonia tersebut berasal
dari peruraian urea sebagai komponen bahan organik terbanyak dalam urin oleh
jasad renik menjadi energi dan gas NH3.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung
dalam bahan yang di nyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu
karakteristik yang sangat penting pada suatu bahan, karena air dapat mempengaruhi
keadaan dan kondisi pada bahan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang , dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan menimbulkan
bau. Kadar air feses adalah kandungan air yang terdapat pada feses. Kadar air
feses dapat mempengaruhi pembentukan ammonia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan
masalah pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh kadar air feses terhadap
pembentukan ammonia ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar air
feses terhadap pembentukan ammonia. Sedangkan manfaatnya adalah dapat
mengetahui pengaruh kadar air feses terhadap pembentukan ammonia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kadar Air
Kadar
air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada suatu
bahan, karena air dapat memengaruhi keadaan dan kondisi pada bahan. Kadar air
dalam bahan litter ikut menentukan kualitas dari litter (kadar
amonia litter, pH litter, dan suhu litter), kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak,
sehingga akan terjadi menimbulkan bau. Kadar air adalah persentase kandungan
air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis)
atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah
mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan
berat kering dapat lebih dari 100% (Winarno, 1997).
Penetapan
kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung dari sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105--1100C selama 3 jam atau didapat berat yang
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air
yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar
gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain, pemanasan dilakukan dalam
oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan
tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator dengan H2SO4 pekat sebagai
pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno, 1997).
2.2 Kadar
Amonia
Amonia
adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam ekskreta ayam.
Proses pembentukan amonia meningkatkan pada suhu yang tinggi dengan meningkatan
pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya kelembapan dalam
kandang. Kadar amonia yang tinggi dalam kandang akan mengganggu kesehatan ayam
yang mengarah ke masalah pernapasan dan lainnya (Ritz, 2004).
Dalam
litter, asam urat yang tercampur dengan material ekskreta ayam akan
mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan
bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu
yang relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas
karbondioksida (CO2). Terdapat skema pemecahan asam urat pada ekskreta menjadi
amonia yaitu Ekskreta + Litter Asam Urat [CO(NH2)2] CO2 + 2NH3 + H2O
(Haryadi, 1995).
Amonia
adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi tinggi yang
dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh deaminasi. Amonia sering
terakumulasi pada konsentrasi yang tinggi ketika unggas dipelihara dalam
ruangan dengan panas buatan dan ventilasi yang kurang tepat. Amonia larut dalam
air sehingga dapat diserap oleh partikel debu dan litter. Amonia beracun
bagi sel hewan dan tanda-tanda dari keracunan amonia antara lain bersin dan
ngorok (Poultry Indonesia, 2009).
Amonia merupakan hasil dari sisa
proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak
tersebut akan menyebabkan banyak unsur nitrogen (N) di dalam kotoran.
Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai akan diubah menjadi amonia
(NH3) atau amonium (NH4+).
Konsentrasi amonia pada tingkatan
tertentu bisa menyebabkan berbagai gangguan. Threshold limit value (ambang
batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm. Tetapi beberapa ilmuan
eropa merekomendasikan ambang batas konsentrasi yang jauh lebih kecil yakni 10
ppm (Zuprizal, 2009). Sebenarnya amonia ini lebih ringan dari udara, maka
amonia mudah tersebar oleh sirkulasi udara. Akan tetapi, karena diproduksi di
kandang, maka amonia tersebut sulit tersebar dan sangat berpengaruh terhadap
ayam dalam kandang tersebut (Haryadi, 1995).
Gas amonia mempunyai daya iritasi
yang tinggi, terutama pada mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan
ayam. Terlebih lagi jarak antar saluran pernapasan ayam dengan ekskreta,
sebagai sumber amonia begitu dekat (<20 cm). Tingkat kerusakan akibat amonia
sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini. Konsentrasi amonia yang aman dan
belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah dibawah 20 ppm (part per million
atau 1:1 juta). Di luar ambang batas aman ini akan menimbulkan kerugian pada
ayam, baik berupa kerusakan membran mata dan pernapasan sampai hambatan
pertumbuhan dan penurunan produksi. Selain itu, masih ada efek simultan lainnya
yaitu menjadi lebih mudah terinfeksi bibit penyakit, terutama yang menginfeksi
melalui saluran pernapasan, seperti ND, AI, IB, CRD. (Belgili, 2001).
Menurut Rasyaf (1995), kotoran
ayam yang menumpuk, apalagi basah dan lembab merupakan sumber utama amonia.
Selain itu, kadar protein tinggi pada pakan dapat meningkatkan kadar air
ekskreta karena kelebihan nitrogen tubuh, maka kelebihan ini harus dibuang.
Pada ayam kelebihan ini dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin.
Menurut
Pauzenga (1991), kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga
menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein
berlebih dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi oleh
tubuh, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran. Beberapa cara dapat
digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang diantaranya dengan memakai
indikator kadar amonia, seperti kertas lakmus (kertas pengukur pH).
2.3 Pengaruh Kadar Air Feses terhadap Pembentukan
Amonia
Kotoran ayam yang berbau tidak sedap
umumnya berasal dari kotoran yang basah, sedangkan kotoran yang kering umumnya
tidak menyebabkan bau (Adnan, 2011). Amonia yang terdapat pada feses maupun
urine bersifat toksis,di produksi oleh aktivitas bakteri. Bakteri tersebut
mengambil sumber dari asam urat dari kotoran ayam (Haryadi, 1995). Kondisi
kotoran ayam dengan kelembapan tinggi sangatlah mendukung perkembangan bakteri (Ibrahim
dan Allaily, 2012).
Kotoran ayam yang basah disebut dengan wet
droppin. Adapun faktor yang menyebabkan nya seperti kelalaian
pengontrolan suhu, kelembapan, dan
densitas dalam kandang akan menyebabkan ayam menghadapi stress panas sehingga ayam lebih bnyak minum daripada
makan (Adnan, 2011)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayati
dkk (2010), menunjukan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap produksi
biogas dan perlakuan P2 (kadar air 60%) menghasilkan produksi biogas terbaik.
BAB III
KESIMPULAN
Pengaruh kadar air terhadap amonia sangat
nyata, hal ini dibuktikikan dari sebuah penelitian ang telah di sajikan
hasilnya biogas sangat tinggi dihasilakan dari percobaan yang mengandung kadar
air tinggi (60%).
Feses yang lembab lebih menyebarkan bau
busuk daripada feses kering karena aktivitas bakteri pembentuk amoniak sangat
cepat ketika kondisi medianya lembab atau basah.
Pengaturan manajmen kandang sangat penting
agar suhu terjaga dan ternak tidak mengalami stress panas yang dapat
mengakibatkan ternak lebih banyak minum daripada makan yang dapat mempengaruhi
kadar air di feses.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan
Kunta, 2011, Penyebab dan Cara Mengatasi Bau Busuk Amonia di Kandang. Jakarta
Belgili. 2001. The
Poultry Informed Professional : Potential Opportunities With A Sand-Based
Litter. Departement of Poultry Science Auburn University. USA.
Haryadi, 1995.
Pengaruh Ammonia terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia, Majalah Ekonomi
Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU, Jakarta.
Haryadi,
1995. Teknik dan Pola Pemeliharaan Ayam Ras pada PT.Charoenpokhpandjaya Farm Medan.
Laporan Praktek Lapangan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Hidayati,
dkk. 2010. Pengaruh Berbagai Kadar Terhadap Produksi Biogas dari Kotoran Domba.
Bandung. Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad Ke-2.
Ibrahim
dan Allaily, 2012, Pengaruh Berbagai Bahan Litter Terhadap Konsentrasi Ammonia
Udara Ambient dan Performan Ayam Broiler, Aceh, Agripetvol 12 47-49.
Pauzenga- 1991 .
Animal Production in The 90.s in Harmony with Nature : A Case Strudy in The
Netderldans. In . Biotechnology in The Feed industry (T.P. Lyons Eds .) . Proc
. Alltech .s Seventh Annual Symposium Nicholasville . Kentucky .
Ritz, C. W., B. D.
Fairchild & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonia production and
emissions from commercial poultry facilities: A Review. J. Appl. Poult. Res.
13: 684-692.
Winarno, 1997.
Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta
Zuprizal. 2009.
Industri Pakan Ternak di Indonesia: Tinjauan dari Penggunaan Makronutrien
Protein Pakan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM.
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000
add Whatshapp : +85515373217 ^_~