Jumat, 09 Maret 2018

MAKALAH AMONIA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amonia merupakan senyawa yang ada di dalam urin, yang bersifat basa dan bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat. Bau amonia tersebut berasal dari peruraian urea sebagai komponen bahan organik terbanyak dalam urin oleh jasad renik menjadi energi dan gas NH3.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang di nyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada suatu bahan, karena air dapat mempengaruhi keadaan dan kondisi pada bahan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang , dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan menimbulkan bau. Kadar air feses adalah kandungan air yang terdapat pada feses. Kadar air feses dapat mempengaruhi pembentukan ammonia.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh kadar air feses terhadap pembentukan ammonia ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar air feses terhadap pembentukan ammonia. Sedangkan manfaatnya adalah dapat mengetahui pengaruh kadar air feses terhadap pembentukan ammonia




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada suatu bahan, karena air dapat memengaruhi keadaan dan kondisi pada bahan. Kadar air dalam bahan litter ikut menentukan kualitas dari litter (kadar amonia litter, pH litter, dan suhu litter), kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi menimbulkan bau. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Winarno, 1997).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105--1100C selama 3 jam atau didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain, pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno, 1997).

2.2  Kadar Amonia
Amonia adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam ekskreta ayam. Proses pembentukan amonia meningkatkan pada suhu yang tinggi dengan meningkatan pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya kelembapan dalam kandang. Kadar amonia yang tinggi dalam kandang akan mengganggu kesehatan ayam yang mengarah ke masalah pernapasan dan lainnya (Ritz, 2004).
Dalam litter, asam urat yang tercampur dengan material ekskreta ayam akan mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu yang relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas karbondioksida (CO2). Terdapat skema pemecahan asam urat pada ekskreta menjadi amonia yaitu Ekskreta + Litter Asam Urat [CO(NH2)2] CO2 + 2NH3 + H2O (Haryadi, 1995).
Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi tinggi yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh deaminasi. Amonia sering terakumulasi pada konsentrasi yang tinggi ketika unggas dipelihara dalam ruangan dengan panas buatan dan ventilasi yang kurang tepat. Amonia larut dalam air sehingga dapat diserap oleh partikel debu dan litter. Amonia beracun bagi sel hewan dan tanda-tanda dari keracunan amonia antara lain bersin dan ngorok (Poultry Indonesia, 2009).
Amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).
Konsentrasi amonia pada tingkatan tertentu bisa menyebabkan berbagai gangguan. Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm. Tetapi beberapa ilmuan eropa merekomendasikan ambang batas konsentrasi yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm (Zuprizal, 2009). Sebenarnya amonia ini lebih ringan dari udara, maka amonia mudah tersebar oleh sirkulasi udara. Akan tetapi, karena diproduksi di kandang, maka amonia tersebut sulit tersebar dan sangat berpengaruh terhadap ayam dalam kandang tersebut (Haryadi, 1995).
Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi, terutama pada mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih lagi jarak antar saluran pernapasan ayam dengan ekskreta, sebagai sumber amonia begitu dekat (<20 cm). Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini. Konsentrasi amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah dibawah 20 ppm (part per million atau 1:1 juta). Di luar ambang batas aman ini akan menimbulkan kerugian pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata dan pernapasan sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi. Selain itu, masih ada efek simultan lainnya yaitu menjadi lebih mudah terinfeksi bibit penyakit, terutama yang menginfeksi melalui saluran pernapasan, seperti ND, AI, IB, CRD. (Belgili, 2001).
Menurut Rasyaf (1995), kotoran ayam yang menumpuk, apalagi basah dan lembab merupakan sumber utama amonia. Selain itu, kadar protein tinggi pada pakan dapat meningkatkan kadar air ekskreta karena kelebihan nitrogen tubuh, maka kelebihan ini harus dibuang. Pada ayam kelebihan ini dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin.
Menurut Pauzenga (1991), kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebih dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi oleh tubuh, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran. Beberapa cara dapat digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang diantaranya dengan memakai indikator kadar amonia, seperti kertas lakmus (kertas pengukur pH).

2.3  Pengaruh Kadar Air Feses terhadap Pembentukan Amonia
Kotoran ayam yang berbau tidak sedap umumnya berasal dari kotoran yang basah, sedangkan kotoran yang kering umumnya tidak menyebabkan bau (Adnan, 2011). Amonia yang terdapat pada feses maupun urine bersifat toksis,di produksi oleh aktivitas bakteri. Bakteri tersebut mengambil sumber dari asam urat dari kotoran ayam (Haryadi, 1995). Kondisi kotoran ayam dengan kelembapan tinggi sangatlah mendukung perkembangan bakteri (Ibrahim dan Allaily, 2012).
Kotoran ayam yang basah disebut dengan  wet droppin.  Adapun faktor yang menyebabkan nya seperti kelalaian pengontrolan suhu, kelembapan,  dan densitas dalam kandang akan menyebabkan ayam menghadapi stress panas  sehingga ayam lebih bnyak minum daripada makan (Adnan, 2011)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayati dkk (2010), menunjukan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap produksi biogas dan perlakuan P2 (kadar air 60%) menghasilkan produksi biogas terbaik.



BAB III
KESIMPULAN
Pengaruh kadar air terhadap amonia sangat nyata, hal ini dibuktikikan dari sebuah penelitian ang telah di sajikan hasilnya biogas sangat tinggi dihasilakan dari percobaan yang mengandung kadar air tinggi (60%).
Feses yang lembab lebih menyebarkan bau busuk daripada feses kering karena aktivitas bakteri pembentuk amoniak sangat cepat ketika kondisi medianya lembab atau basah.
Pengaturan manajmen kandang sangat penting agar suhu terjaga dan ternak tidak mengalami stress panas yang dapat mengakibatkan ternak lebih banyak minum daripada makan yang dapat mempengaruhi kadar air di feses.




DAFTAR PUSTAKA
Adnan Kunta, 2011, Penyebab dan Cara Mengatasi Bau Busuk Amonia di Kandang. Jakarta
Belgili. 2001. The Poultry Informed Professional : Potential Opportunities With A Sand-Based Litter. Departement of Poultry Science Auburn University. USA.
Haryadi, 1995. Pengaruh Ammonia terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU, Jakarta.
Haryadi, 1995. Teknik dan Pola Pemeliharaan Ayam Ras pada PT.Charoenpokhpandjaya Farm Medan. Laporan Praktek Lapangan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Hidayati, dkk. 2010. Pengaruh Berbagai Kadar Terhadap Produksi Biogas dari Kotoran Domba. Bandung. Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad Ke-2.
Ibrahim dan Allaily, 2012, Pengaruh Berbagai Bahan Litter Terhadap Konsentrasi Ammonia Udara Ambient dan Performan Ayam Broiler, Aceh, Agripetvol 12 47-49.
Pauzenga- 1991 . Animal Production in The 90.s in Harmony with Nature : A Case Strudy in The Netderldans. In . Biotechnology in The Feed industry (T.P. Lyons Eds .) . Proc . Alltech .s Seventh Annual Symposium Nicholasville . Kentucky .
Ritz, C. W., B. D. Fairchild & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonia production and emissions from commercial poultry facilities: A Review. J. Appl. Poult. Res. 13: 684-692.
Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta
Zuprizal. 2009. Industri Pakan Ternak di Indonesia: Tinjauan dari Penggunaan Makronutrien Protein Pakan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM.

1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~

    BalasHapus